Kamis, 05 Februari 2009

IBT Edisi 30/1/2009

DPR Sepakati Volume BBM PSO 2009 Sebanyak 38.944.530 KL. Setelah melewati perdebatan yang alot antara pemerintah dengan DPR Komisi VII, akhirnya DPR Komisi VII menyetujui besaran volume BBM bersubdisi 2009. Namun, soal anggarannya pendanaannya masih perlu dibahas lebih dalam lagi. DPR bersama pemerintah telah menyepakati volume BBM PSO 2009, Premium, Solar, Kerosene total 38.944.530 KL. Adapun kuota BBM PSO 2009 sendiri terdiri dari; Premium 20.638.869 KL, Kerosene 5.804.911 KL, Solar 12.500.750 KL. Dan elpiji sebanyak 1,6 juta ton. Tercapaian kesepakatan kuota BBM PSO 2009 adalah hasil dari pembahasan yang panjang. Dimana sebelumnya sudah dibuat asumsi total kuota BBM PSO 2009 hanya 36,854 juta KL. Kemudian kepala BPH Migas, Tubagus Haryono, mengusulkan agar total kuota BBM dinaikkan menjadi 38.944.530 KL. Tubagus berkata penambahan kuota BBM, hanya diperuntukan bagi kuota Premium dan Solar. Berdasarkan perhitungan yang dibuat Gaikindo (Gabungan Asosiasi Kendaraan Bermotor Indonesia) tiap tahunnya pertumbuhan kendaraan bermotor mencapai 6 persen. Karena itulah kuota kedua jenis BBM (premium dan solar) perlu ditingkatkan masing-masing sebanyak 2,09 juta KL. Sebelumnya Premium APBN 19.444.354 KL, di usulkan dan akhirnya disetujui DPR menjadi 20.638.869 KL. Kerosene 5.804.911 KL tetap. Solar 11,605.183 KL menjadi 12.500.750 KL. Sementara untuk elpiji sudah ditetapkan menjadi 1,6 juta ton. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Evita Herawati Legowo, setelah mengikuti rapat berkata yang terpentig sekarang Pemerintah bersama DPR sudah menyepakai besaran volume nya. Sementara untuk anggarannya sendiri masih menunggu perhitungan lebih lanjut, pakai alpha. Evita menambahkan untuk asumsi ICP sudah disepakati memakai asumsi harga rata-rata minyak Indonesia (ICP) antara US$ 40 per barel sampai US$ 60 per barel. Ris Harga Gas Medco, dan Pertamina ke LNG Donggi Senoro Terlalu Murah Pemerintah belum menyetujui kesepatan harga jual gas atau gas sales agreement (GSA) yang telah ditandatangani antara Pertamina EP, Medco dengan konsorsium pengelolah kilang LNG Donggi Senoro; Pertamina, Medco dan Mitsubishi. “Harga gas US$ 2,8 per MMBtu (million British Thermal Unit) masih dilingkup corporate. Belum disetujui pemerintah,” kata Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/1). Pernyataan serupa datang dari Kepala BP Migas, Raden Priyono. Kesepakatan harga gas yang ada dalam GSA antara Pertamina EP, PT Medco Tomori belum sampai di tangan pemerintah. Menteri ESDM bisa menyatakan apakah harga tersebut pantas atau tidak. Sementara itu, Anggota DPR Komisi VII, Fraksi PDIP, Effendi Simbolon sangat tidak setuju dengan harga tersebut. “Harga US$ 2,8 per mmbtu sangat lah kecil. Karena itu, harus segera di perbaiki,” kata Effendi. Selain harga gas yang sangat murah, Effendi juga menyanyangkan kenapa kedua Perusahaan migas nasional, Medco dan Pertamina hanya memiliki sebagian kecil saham pada pembangunan kilang. “Kenapa sahamnya lebih besar dimiliki Mitsubishi, perusahaan asing. Dampak dari dominannya Mitsubishi dalam kepemilikan saham di LNG Plant Donggi Senoro, Mitsubishi lah yang memegang kendali kemana LNG akan di Jual. Mitsubishi bebas menentukan kemana LNG di salurkan. Bangsa ini tidak ada hak,” kata Effendi. Sebelumnya wakil Direktur Utama PT Pertamina, Iin Arifin, berkata kalau kesepatan harga jual gas antara downstream dengan upstream sudah melalui perhitungan yang pantas. Pertamina dan Medco menyuplai gas ke kilang LNG Donggi Senoro. Lamanya masa kontrak sekitar 15 tahun. Ris Komisaris Pertamina Ngaku Sulit Tentukan Calon Dirut Jajaran komisaris Pertamina mengaku kesulitan menjalankan tugasnya untuk menentukan siapa-siapa bakal calon Direktur Utama (Dirut) Pertamina (Persero) yang baru. “Ini masalah internal sih. Kami sangat sulit untuk melakukannya,” kata Anggota Komisaris Pertamina, Maizar Rachman, ketika dihubungi Indonesia Business Today, Kamis (29/1). Ketika ditanya kapan jajaran komisaris mengajukan nama-nama bakal calon Dirut Pertamina mengingat Menneg BUMN, Sofyan Djalil, sudah berulangkali meminta secara resmi kepada Jajaran komisaris. “Beliau tahu nya minta, tetapi kita yang di dalam ini sangat sulit. Pokoknya dalam waktu sekarang ini kami belum melakukan apa-apa. Nanti aja, semuanya akan jelas,” jawab Maizar Rachman. Indonesia Business Today coba menghubungi anggota Komisaris yang lainnya, Umar Said. Siapa-siapa nama bakal calon yang diajukan jajaran komisaris ke Menneg BUMN?. “Bikin nya aja belum,” katanya. Kapan komisaris menyerahkan nama-nama tersebut ke Menneg BUMN?. “belum tahu. Kami pernah bahas soal itu,” jawab nya singkat. Jawaban serupa juga pernah datang dari Komisaris Utama (Komut) Pertamina yang baru, Sutanto. “Kami belum menentukan siapa-siapa bakal calon Dirut,” katanya. Secara terpisah, Menneg BUMN, Sofyan Djalil, menyatakan kalau pihaknya sudah mengantongi 3 sampai 5 nama bakal calon dirut Pertamina. Sofyan Djalil, kepada wartawan berkata pihaknya sudah mengantongi 3 sampai 5 nama bakal calon. Setelah nama bakal calon sudah ada tinggal mencari waktu yang tepat untuk lakukan fit and proper test. “Mudah-mudahan sampai akhir minggu ini beres, jadi bisa keluar namanya,” kata Sofyan. Setelah calon nya ada baru kita melakukan fit and proper test yang akan melibatkan, Menteri ESDM juga. Ketika ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (29/1), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, berkata hingga saat ini saya belum menerima pemberitahuan dari Menneg BUMN tentang acara fit and proper test calon dirut Pertamina. “Saya belum menerima informasi kapan dilakukan fit and proper test,” kata Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro. Purnomo Yusgiantoro menambahkan hingga kini nama-nama calon nya pun belum diketahui secara pasti. Kami dari departemen teknis hanya ikut memberikan fit and proper test. Soal siapa-siapa bakal calon nya itu urusan korporat. “Biasanya sih yang mengajukan nama bakal calon itu jajaran komisaris Pertamina dan juga Pemerintah, melalui Menneg BUMN. Setelah nama calon sudah siap baru dilakukan fit and proper test,” tandas Purnomo. Seruan supaya segera dilakukannya pergantian pada seluruh direksi Pertamina terus berdatangan. Komisi Energi DPR RI hampir semuanya menginginkan segera dilakukannya perombakan direksi. “Ari Soemarno sudah gagal melakukan tugasnya. Sudah sepantasnya di ganti sekarang,” kata anggota DPR Komisi VII Fraksi PDIP, Effendi Simbolon, kepada wartawan. Arwah Zainudin Di sela-sela rapat kordinasi tentan Asumsi Kuota BBM PSO 2009, Gedung DPR Komisi VII, Kamis (29/1), Effendi Simbolo, juga menyayangkan tindakan pertamina yang terkesan tidak menghiraukan korban kebakaran Depo Plumpang. “Sampai saat ini Pertamina malah belum mengakui secara jelas kalau korban manusia yang ditemukan disekitar Tanki BBM yang terbakar beberapa waktu lalu adalah karyawan Pertamina. Mayat nya pun hingga kini belum diserahkan ke pihak keluarga. Padahal jelas-jelas itu adalah karyawan Pertamina (Satpam Depo),” kata Effendi Simbolon. Effendi pun meminta agar pemerintah segera memulangkan jenasah ke rumah dukanya. Sebelumnya, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, pekan lalu. Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, Achmad Faisal, berkata korban yang meninggal kemungkinan karyawan Pertamina, Zainudin. Satpam yang bertugas di depo Plumpang. “Hingga kini satpam kami (Zainudin) belum juga melapor. Tetapi soal mayat yang ditemukan kami belum bisa menyatakan secara resmi karena sudah dibawah pihak berwajib (Kapolri). Biarlah pihak yang berwajib yang mengidentifikasinya,”katanya. Ris BBN Bakal Dapat Subsidi Rp 1.000 per Liter Setelah sempat menghentikan sementara bisnisnya, menghentikan pengiriman Bahan bakar Nabati (BBN) ke Pertamina. Dan bahkan ada yang tutup, lantara harga jual BBN yang sangat murah dari ongkos produksinya. Investor pun mulai bangkit lagi seiring akan disahkannya keputusan BBN akan di subsidi Pemerintah. “Rencananya BBM akan di subsidi Rp 1.000 per liter,” kata Direktu Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Evita Herawati Legowo, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/1). Evita menambahkan Pemerintah mengusulkan alokasi subsidi untuk Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam RAPBN-P 2009 sebesar Rp 774,46 miliar. "Pemerintah mengusulkan supaya dianggarkan sekitar Rp 1.000 per liter BBN. Tambahan Rp 1.000 per liter adalah jatah subsidi manakala harga BBN lebih mahal dari BBM. Banyaknya produsen BBN yang terpaksa mengurangi atau menghentikan pasokan BBN untuk Pertamina, serta harga BBN lebih tinggi daripada harga BBM,” kata Evita. Pendapat serupa datang dari Ketua Asosiasi Produsen Bio fuel Indonesia (Aprobi). Ketua Aprobi, Paulus Tjakrawan, ketika dihubungi Indonesia Business Today berkata produsen BBN sangat berharap pemerintah dan DPR menyetujui kalau BBN di subsidi. “Di Negara manapun, pemerintahnya sangat mendukung program pengembangan bahan bakar nabati ini. Salah satu bentuk dukungannya adalah dengan menyediaakan incentive. Untuk produsen yang ada di Indonesia, model incetivenya dapat berupa penyediaan subsidi, seperti yang sedang di bahas bersama DPR,” kata Paulus. Ketika ditanya bagaimana dengan besaran subsidi Rp 1.000 per liter. Apakah sudah cukup memberikan keuntungan bagi investor BBN. Paulus berkata soal besaran subsidi per liter, masih bisa dibicarakan lagi. Yang terpenting sekarang pemerintah bersama DPR setuju dulu penetapan dasarnya kalau BBN juga di subsidi. Secara terpisah, Presiden Direktur PT Eterindo Wahanatama Tbk, Immanuel Sutarto, berkata kepada Indonesia Business Today, pada intinnya produsen sangat dukung rencana BBN bakal dapat subsidi. Itu akan sangat membantu pengembangan BBN di tanah air. Sementara itu, Komisi VII DPR RI belum memastikan apakah setuju kalau BBN di subsidi Rp 1.000 per liter. Namun, “pada intinya komisi VII sudah menyetujui prinsip dasar. Kalau BBN dapat subsidi,” kata ketua Komisi VII DPR RI, Airlangga Hartanto. Formula Harga Setelah melewati perdebatan yang panjang, Pertamina menginginkan agar patokan harga BBM tetap memakai acuan harga rata-rata minyak Singapura (MOPS). Sementara Produsen menginginkan patokan harga BBM mengikuti acuan harga BBN Internasional; Argus dan Bloomberg. Akhirnya kedua belah pihak menyepakai satu acuan harba BBN. Pemerintah, Produsen dan Konsumen sudah menyepakati formula harga BBN; indeks harga rata-rata BBN Asia Tenggara ditambah Indeks harga BBN Domestik dibagi 2. Evita berkata formula ini adalah perpaduan antara apa yang di inginkan pertamina (Konsumen) dan Produsen. Evita Herawati menambahkan selama 2009; bio premium dengan campuran BBN sebanyak 1persen, sebanyak 194.444 kilo liter yang membutuhkan tambahan subsidi Rp 194,4 miliar. Dan bio solar dengan campuran BBN sebanyak 5 persen, volume nya sebanyak 580.025 kilo liter dengan tambahan subsidi sebesar Rp 580,02 miliar. Sehingga total volume BBN yang akan diberikan subsidi adalah 774.469 kilo liter dengan total tambahan subsidi Rp774,46 miliar. Ris Ekspor Mitan oke, Solar Jangan JAKARTA---Niat Pertamina (Persero) untuk mengekspor bahan bakar minyak (BBM), jenis Solar tidak direstui Pemerintah. Pemerintah berpendapat Solar sulit untuk di ekspor karena hingga kini Pertamina masih saja mengimpor Solar. “Sepanjang Pertamina masih mengimpor BBM (Solar). Akan sulit bagi mereka untuk melakukan ekspor Solar,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), Evita Herawati Legowo, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/1). Selain karena Pertamina masih mengimpor BBM. Juga ada peraturan pemerintah yang melarang akan hal ini. Karena itu, Pertamina sulit untuk merealisasikan keinginannya. Dalam Pelpres No 71/2005 telah atur; pasal 6 tentang penunjuakan badan usaha pelaksana public service obligation (PSO), Dalam pasal 9 berbunyi badan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dilarang mengekspor jenis BBM tertentu. Ketika ditanya apakah Pertamina telah memberitahukan rencana ekspor Solar ke Pemerintah. Evita menjawab, kami telah menerima proposal Pertamina. Volume nya juga ada. Namun, kami masih harus mempelajarinya apakah memang boleh atau tidak. Yang terpenting selama mereka masih impor BBM, rencana ekspor Solar tidak mungkin berjalan. Evita menambahkan sementara untuk minyak tanah (Mitan) sepertinya tidak masalah. Pertamina sudah tidak mengimpor minyak tanah lagi. Kelebihan minyak tanah sebagai hasil dari kegiatan konversi boleh mereka (Pertamina) ekspor. Namun, untuk memperoleh izin impor tidak hanya melalui kementrian ESDM. Perlu ada izin ekspor dari Menteri Perdagangan atau yang terkait lainnya. Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Ari Hernanto Soemarno, pernah menyatakan stok solar dan premium Pertamina sangat banyak. Kelebihan persediaan mitan sebagai dampak berhasilnya program konversi mitan ke gas elpiji. Semetara melimpahnya stok solar disebabkan oleh semakin berkurangnya pemakaian solar oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero. Adapun jenis BBM yang akan di ekspor adalah stok solar berkadar sulfur 3.500 ppm yang dimilikinya. Karena biaya penyimpanan lebih mahal. Ari menambahkan karena stok solar kita banyak maka perlu mereschedule kembali kuota impor solar dari Kuwait sebesar 1,8 juta barel per bulan. Kita sudah minta tunda pengirimannya. Padahal selama ini PLN adalah konsumen Solar terbanyak. Perusahaan Listrik Negara ini mengkonsumsi Solar dalam volume yang banyak, untuk menghidupkan pembangkitnya. Tetapi dengan mulai berhasilnya program gasifikasi PLN, menggunakan sumber energi lain di luar BBM seperti Gas dan Batu bara, maka praktis konsumsi akan BBM Pertamina berkurang. Ris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

gunakan bahasa indonesia, boleh juga dalam bahasa inggris