Senin, 26 Januari 2009

TDL Turun 10 Persen

Turun 10 persen Tarif Listrik Industri Bisa Turun JAKARTA---Untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri seharusnya tarif listrik sektor industri harus lebih murah dari tarif rumah tangga. "Saya sangat tidak setuju kalau tarif listrik rumah tangga lebih murah dari tarif industri," kata Anggota DPR Komisi VII, fraksi Demokrat, Burhanudin Burmaras kepada Indonesia Business Today di Jakarta, Kamis (22/1). Burmaras menambahkan maksudnya dengan penetapan tarif seperti ini, agar pertumbuhan sektor industri bisa terjadi. Ini akan membawah efek yang sangat besar bagi aktifitas perekonomian bangsa. Secara terpisah Anggota DPR Komisi VII, Tjatur Sapto Edi, fraksi PAN, berkata kalau ingin menolong industri tarif listrik industri harus turun. Penurunan sebesar 10 persen. Ini dapat menolong sektor industri untuk mengembangkan usahanya. Pada akhirnya dapat mengurangi laju PHK karyawan. Dengan kondisi sekarang ini, saat harga BBM sudah turun. PLN sudah mulai memakai sumber energi non BBM; seperti gas dan batubara. Maka biaya pokok produksi listrik PLN sudah turun sekitar 30 persen. Maka kalau bisa tarif listrik untuk sektor industri bisa turun 10 persen. Katanya lagi, tetapi kalau untuk menaikan tarif rumah tangga juga sangat sulit. Kemampuan masyarakat kita tidak seperti masyarakat di Negara maju. Karena itu, perlu pertimbangan yang sangat tepat. Selain usulan agar tarif listrik industri turun. Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Effendi Simbolon berkata, kami dari fraksi PDIP dalam waktu dekat akan menyampaikan kalau tarif dasar listrik untuk masyarakat kecil harus turun. Sebelumnya Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE), Jakobus Purwono, berkata sangat sulit untuk menurunkan segera tarif listrik baik industri maupun masyarakat. Harga pokok produksi listrik masih lebih besar ketimbangan harga juga. Namun, melihat keadaan harga minyak akhir-akhir ini. Kami dari PLN mencoba mengusulkan asumsi perubahan Purwono menjelaskan dengan segera dirubahnya asumsi rata-rata harga minyak (Indonesian crude price atau ICP) dari US$ 80 per barel menjadi US$ 40 per barel. Kami mengusulkan agar perhitungan biaya pokok produksi (BPP) listrik dari Rp 1.005 per kilowatt hour (Kwh) di 2008 akan menjadi Rp 931 per Kwh di 2009. “Turun sekitar 30 persen,” katanya. Besaran BBP listrik Rp 931 per kwh ini terdiri dari BBP untuk golongan pelanggan tegangan rendah sebesar Rp 1.069 per kwh, BPP pelanggan tegangan menengah sebesar Rp 781 per kwh, dan BPP pelanggan bertegangan rendah sebesar Rp 673 per kwh. Data per November 2008 harga jual untuk pelanggan bertegangan tinggi adalah sebesar Rp 551 per kwh, pelanggan bertegangan menengah harga jualnya adalah sekitar Rp 525-771 per kwh. Sementara untuk pelanggan tegangan rendah secara umum masih di bawah biaya pokok kecuali untuk pelanggan R3, yaitu Rp 1.174 per kwh. Tarif B to B Harus Realistis Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Jakobus Purwono, mengingatkan PLN agar realistis dalam menetapkan tarif business to business kepada kepada pelanggan industri baru. “Semangat yang dibawah oleh perhitungan tarif business to business adalah, industri menerima pelayanan yang lebih dari industri lain. Artinya ada kekhususan,” jelas Jakobus. Pengenaan tarif business to business tidak boleh dikenakan kepada sektor indutri yang hanya menerima layanan seperti layaknya industri biasa. Karena itu, PLN harus lebih realistis dalam mengaturnya. Ketika ditanya apakah dengan memakai tarif seperti ini; akan menguntungkan PLN. Dimana dia bisa menetapkan model tarif sesuai dengan keinginanya?, Dirjen LPE ini menjawab karena itu saya meminta agar PLN lebih adil lagi. Lanjutnya, pemerintah tidak bisa langsung menyatakan menghapus model tarif ini. Karena, semangat awalnya adalah tarif business to business. Sementara itu, menurut Tjatur Sapto Edi, seharusnya penerapan tarif yang seperti itu (business to business) harus di tiadakan. Jangan sampai terjadi diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengelolaan Pusat Perbelanjaan Indonesia (APBI), Stefanus Ridwan, mengeluhkan penerapan tarif business to business listrik PLN untuk pelanggan baru. Terkadang memberikan dampak yang kurang baik bagi rencana industri dalam berekspansi. Artinya, Perseroan memiliki porsi yang besar untuk sebisa mungkin mengatur tarif. Ris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

gunakan bahasa indonesia, boleh juga dalam bahasa inggris